Taufik Hidayat Eko Yunianto
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar IKIP PGRI Madiun
mr77vick@gmail.com
ABSTRAK
Perubahan dalam
perkembangan individu merupakan hasil dari proses biologis, kognitif dan
sosio-emosional yang saling berkaitan. Pada masa kanak-kanak akhir (usia 7-12
tahun), anak telah dapat berfikir logis terhadap objek konkret dalam
perkembangan kognitifnya. Sangat disayangkan jika perkembangan pola pikir anak
tidak diarahkan dengan baik. Pendidikan memegang peranan penting pada tahap
operasional konkret ini, karena tanpa pendidikan yang benar maka konsep diri
yang negatif dapat terbentuk. Guru adalah salah satu faktor penting yang sangat
berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berfikir anak. Dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang peranan guru dalam membimbing anak didiknya kaitannya dengan
perkembangan kognitifnya agar mencapai ekuilibrium antara asimilasi dan
akomodasi tiap anak. Guru harus tahu betul karakteristik masing-masing anak
didiknya. Sangat diperlukan sosok guru yang memiliki kualifikasi, kompetensi,
dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Selain guru,
orang tua juga memegang peranan penting dalam perkembangan anak. Orang tua
harus sadar bahwa pendidikan anak tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak
lembaga pendidikan saja, namun juga menjadi tanggung jawab bersama. Maka dari
itu, antara guru dan orang tua perlu menjalin hubungan komunikasi yang efektif
untuk memberikan layanan yang berkualitas terhadap anak.
Kata Kunci:
perkembangan kognitif, peran guru, peran orang tua
PENDAHULUAN
Melihat
realita yang ada, dapat kita sadari bahwa setiap dimensi kehidupan semakin lama
semakin berkembang. Tidak ada zaman yang tidak berkembang, tidak ada kehidupan
manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada satu pun manusia yang hidup dalam
stagnasi peradaban. Apalagi jika kita berbicara tentang setiap individu
manusia, mereka selalu selalu mengalami perkembangan. Perkembangan individu ini
merupakan pola gerak atau suatu perubahan yang dinamis dimulai dari pembuahan
atau konsepsi dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan manusia yang
terjadi akibat dari kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1991; Rice, 2001). Perubahan
yang dinamis ini tidak hanya dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri tetapi
juga dari apa yang individu dapat dari lingkungan hidupnya. Perubahan dalam
perkembangan individu merupakan hasil dari proses-proses biologis, kognitif dan
sosio-emosional yang saling berkaitan (Izzaty dkk., 2008: 105).
Perkembangan
kognitif anak meliputi perubahan pada pemikiran, intelegensi, dan bahasa
individu. Para ahli menggambarkan perkembangan dalam beberapa tahapan yang
disebut dengan tahapan perkembangan. Tahapan perkembangan ini meliputi periode
prakelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak akhir, masa remaja,
masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa lanjut usia (Santrock, 1995).
Pada masa kanak-kanak akhir (7-12 tahun), kemampuan kognitif anak telah
mencapai tahap operasional konkret, dimana anak telah dapat berfikir logis
terhadap objek-objek konkret. Dengan kemampuan kognitifnya, anak masih
cenderung menggunakan tauladan atau mencontoh perbuatan-perbuatan orang yang
ada di dekatnya, baik itu teman sebaya maupun orang dewasa (Sari dkk., 2015:
43). Sungguh sangat disayangkan jika perkembangan pola pikir anak tidak
diarahkan dengan baik pada usia ini. Kita harus tahu benar bagaimana cara
membimbing anak yang tepat agar kemampuan berfikir, intelegensi dan bahasa anak
tersebut benar-benar berkembang dengan baik.
Melihat
permasalahan-permasalahan tersebut maka tidak dapat terlepaskan dari peranan
pendidikan. Salah satu faktor penting penentu perkembangan anak adalah guru.
Guru yang seperti apa yang memang dibutuhkan oleh anak. Guru yang sekedar
“mengajar” atau guru yang memang melakukan “bimbingan” terhadap siswa. Selain
guru, peranan orang tua juga sangat dibutuhkan pada masa kanak-kanak akhir ini,
karena anak mendapatkan pendidikan tidak hanya dalam lingkungan sekolah tetapi
juga daalam lingkungan keluarga. Antara guru dan orang tua perlu menjalin
hubungan komunikasi yang efektif untuk memberikan layanan yang berkualitas
terhadap anak.
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Setiap
manusia yang hidup di muka bumi ini pasti akan mengalami perkembangan dalam
kehidupannya. Perkembangan itu melibatkan banyak faktor yang terjadi pada setiap
periode kehidupan individu manusia. Perkembangan individu menyangkut berbagai
macam perubahan yang terjadi berdasarkan hasil interaksinya dengan berbagai
faktor yang berlangsung secara continue sepanjang
siklus kehidupan (Santrock, 2007:7). Perkembangan cenderung bersifat kualitatif
yang berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu. Perkembangan
menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari
tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi (Desmita, 2012:8).
Salah satu hasil perkembangan yang dialami oleh individu adalah perubahan
kemampuan kognitifnya.
Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya, khususnya kemampuan kognitif. Mereka memiliki
kemampuan kognitif yang disebut scemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam
pikiran sebagai hasil dari pemahamannya terhadap semua objek yang ada dalam
lingkungannya (Hardiyati dkk., 2007). Menurut Susanto (2012: 47), kognitif
diartikan sebagai suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu yang
berhubungan dengan tingkat kecerdasan individu dalam menghubungkan, menilai,
dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Maka dapat disimpulkan
bahwa kognitif merupakan kemampuan intelegensi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungannya.
Perkembangan
kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan individu untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Anak-anak mengubah pandangan mereka tentang dunia dan bertindak
dengan semestinya dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Piaget dalam
buku Papalia (2003: 243) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif selama seluruh
periode masa kanak-kanak terjadi melalui tiga prinsip yang antara satu dengan
yang lainnya saling berkaitan, yaitu organisasi, adaptasi dan ekuilibrasi.
Organisasi adalah suatu kecenderungan untuk menciptakan struktur kognitif yang
semakin kompleks. Dari beragam pengalaman fisik dan sosial di lingkungannya,
anak berhadapan dengan hasil yang tidak diduga dan bahkan membingungkan yang
pada akhirnya anak harus mengolahnya melalui pola berpikir (Bukatko &
Daehler, 2004: 21). Kemudian adaptasi adalah bagaimana seorang anak menangani
informasi baru yang tampaknya bertentangan dengan apa yang telah diketahui
anak. Sedangkan ekuilibrium merupakan keseimbangan stabil yang menentukan
pergeseran dari asimilasi dengan akomodasi. Beberapa proses di atas
menggambarkan bagaimana seorang anak mengalami perkembangan kognitif yang
terjadi dalam kehidupannya.
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan
sistem syaraf, serta adaptasi pada lingkungan kita (Izzaty dkk., 2008: 34).
Perkembangan kognitif menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan
berpikir itu bekerja. Dalam perkembangan kognitif ini lebih menekankan pada pengoptimalan
kemampuan dalam aspek rasional yang dimiliki oleh anak. Proses perkembangannya meliputi
perubahan pada pemikiran, intelegensi dan bahasa individu. Husdarta dan Nurlan
(2010: 78) berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah proses yang terjadi
secara terus-menerus, namun hasilnya bukan termasuk sambungan dari hasil yang
dicapai sebelumnya. Anak akan mengalami berbagai tahapan perkembangan kognitif
yang setiap periode perkembangannya anak akan selalu mencari keseimbangan
antara struktur kognitif dengan pengalaman-pengalaman baru. Untuk memahami
perkembangan kognitif anak, kita harus melihatnya dalam proses pembelajaran.
Jika
kita berbicara tentang perkembangan kognitif anak usia SD yaitu 7-12 tahun,
maka kita akan merujuk pada TEORI BELAJAR yang dikemukakan oleh Jean Piaget.
Menurut Piaget, masa kanak-kanak akhir berada dalam masa operasional konkret
dalam berfikir (Izzaty dkk., 2008: 105). Pada tahap ini anak sudah menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis serta sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perspektual pasif (Budiningsih, 2012: 37). Perkembangan kognitif
anak usia awal Sekolah Dasar pada umumnya ditunjukkan dengan kemampuannya dalam
mengelompokkan objek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu (Hadiyati dkk., 2007). Selain itu, pada
tahap operasional konkret ini, anak dapat mengembangkan pikiran logisnya walau
kadang-kadang dalam memecahkan masalah masih secara trial and error. Pada tahap operasional konkret yang berlangsung
hingga usia remaja ini anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system operations (satuan langkah
berpikir). Satuan ini ditunjukkan dengan kemampuan anak dalam
mengkoordianasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentuke dalam
sistem pemikirannya sendiri. Satuan langkah berpikir inilah yang nantinya akan
menjadi intelegensi intuitif.
Berdasarkan
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor kognitif memiliki
peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian besar
aktivitas anak dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan
berpikir. Perkembangan kognitif dimaksudkan agar seorang anak dapat melakukan
eksplorasi terhadap dunia sekitar dengan menggunakan panca indera sehingga
dengan pengetahuan yang ia dapatkan tersebut menjadi bekal dalam melangsungkan
hidupnya.
PERAN GURU DALAM PERKEMBANGAN
KOGNITIF ANAK
Memahami
tentang pengertian perkembangan kognitif, maka kita sadari betapa pentingnya
faktor-faktor pendukung agar perkembangan kognitif tersebut berjalan
sebagaimana mestinya. Pembangunan kemampuan kognitif harus melalui pengalaman
atau tindakan yang termotivasi dengan sendirinyan terhadap lingkungan, jadi
apabila dalam lingkup sekolah maka pembelajaran anak harus bersifat aktif. Peran
seorang guru sangat dituntut dalam permasalahan ini karena guru berinteraksi langsung dengan peserta didik baik dalam PEMBELAJARAN JARAK JAUH dan PEMBELAJARAN ONLINE, maupun secara langsung melalui proses pembelajaran di kelas. Guru lah
yang akan menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill, kematangan emosional dan moral
serta spiritual. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai
kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas
profesionalnya.
Guru
merupakan pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru harus tahu
benar tentang karakteristik peserta didik dan juga apa saja yang memang relevan
untuk diajarkan pada mereka. Guru juga harus kreatif dalam merancang dan menggunakan
strategi, metode, model, hingga media pembelajaran, serta harus disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik. Menurut Jean Piaget, belajar akan lebih
berhasil jika disesuaikan dengan tahap perkembangan peserta didik. Seorang guru
hendaknya banyak memberikan beberapa rangsangan kepada peserta didik agar
mereka mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Peserta
didik merupakan makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk
menuju kedewasaan (Slameto, 2010: 35). Membimbing dan membina peserta didik
dalam pembelajaran dapat dimulai dengan membangkitkan perhatian. Inilah salah
satu hal yang penting agar kemampuan kognitif peserta didik yang telah
dimilikinya dapat tereksplor. Tentunya seorang guru harus benar-benar jeli
dalam merangsang perhatian peserta didik dengan strategi, metode, dan media
yang menarik. Semuanya harus memiliki unsur yang memang merangsang siswa untuk
berpikir, atau pun dengan menghubungkan materi dengan pengetahuan yang memang
telah dimiliki peserta didik. Jika perhatian kepada pelajaran itu ada pada diri
peserta didik, maka pelajaran yang akan diterimanya akan dihayati, diolah dalam
pikirannya, sehingga timbul pengertian (Slameto, 2010: 36).
Setiap
anak pada dasarnya memiliki jalan pikiran yang terbuka terhadap dunia sekitarnya.
Seorang guru harus menyadari tentang hal ini karena agar dapat menemukan
perspektif unik pada anak, guru harus melakukan observasi yang cermat terhadapnya.
Sensitifitas guru sangat dituntut dalam hal ini, yaitu dengan melakukan
pendekatan yang terpusat pada anak. Adanya perbedaan individu pada peserta
didik perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar
peserta didik (Aunurrahman, 2012: 45). Ditambah lagi dengan bahasa dan cara
berpikir anak yang tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Guru harus
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak dalam pembelajaran
(Suyono, 2012: 87).
Memusatkan
pembelajaran pada anak berarti harus membangkitkan aktivitas anak. Anak
membutuhkan kesempatan untuk melakukan tindakan terhadap objek yang
dipelajarinya. Menurut Piaget, mengetahui suatu objek adalah dengan melakukan
sesuatu pada objek tersebut. Dalam proses pembelajaran, guru perlu
membangkitkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Bila siswa menjadi
individu yang mau berpartisipasi secara aktif, maka ia memiliki
ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 2010: 36). Maka dari itu guru harus
mau dan mampu memaparkan materi atau situasi yang dapat mendorong anak untuk
merancang eksperimennya sendiri. Anak akan merasa terarahkan pada pengetahuan
yang lebih mendalam sehingga dapat tersimpan dalam long term memory. Selain itu, guru sebagai penanggung jawab
pendisiplinan anak harus mampu mengontrol stiap aktivitas peserta didik agar
tingkah laku mereka tidak menyimpang dari norma-norma yang ada (Sari, 2015:
45).
Materi
yang dapat mendorong aktivitas peserta didik tentunya adalah materi yang baru
namun tidak asing bagi mereka. Sesuatu yang baru harus disesuaikan dengan apa
yang telah diketahui peserta didik sebelumnya (Aunurrahman, 2012: 45). Menurut
Piaget, struktur kognitif anak yang berinteraksi dengan pengalaman baru akan
dapat menimbulkan minat dan menstimulasi perkembangan kognitif yang lebih
lanjut. Setiap guru perlu menghubungkan pelajaran dengan pengalaman atau
pengetahuan yang memang telah dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran. Maka
dalam proses pembelajaran kegiatan atau tahap appersepsi sangat dibutuhkan. Hal ini akan melancarkan jalannya
pembelajaran dan membantu siswa untuk memperhatikan pelajarannya dengan baik. Guru
harus membantu anak dan mengakomodasikan anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sabaik-baiknya. Sesungguhnya yang dibutuhkan peserta didik adalah
kesempatan belajar dalam lingkungan yang kaya akan potensi dan mengandung
elemen-elemen yang menarik. Menilai materi yang menantang bagi peserta didik
dan mengevaluasi tahap kognisi peserta didik, serta menyajikan ide dan gagasan
baru yang konsisten dengan perkembangan kognisi anak adalah tugas seorang guru.
Peserta
didik merupakan makhluk individuyang banyak memiliki keunikan, yang mana antara
satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan yang khas. Perbedaan ini
diantaranya adalah seperti tingkat intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku
watak atau pun sikap. Latar belakang mereka pun berbeda-beda. Siswa akan
mengalami perkembangan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Guru harus mau
dan mampu menyelami satu per satu (secara individu) hingga menemukan perbedaan
yang mereka miliki. Hal ini dilakukan agar guru dapat melayani dan memberikan
bimbingan yang benar-benar sesuai dan dibutuhkan oleh peserta didik. Guru perlu
mengadakan perencanaan untuk siswa baik secara klasikal maupun individual.
Penggunaan strategi dan metode harus benar-benar relevan demi pelayanannya
terhadap kelas, maupun siswa sebagai individu.
Faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah pengalaman sosial atau
pengalaman bersama orang lain. Pada mulanya yang dinilai penting oleh seorang
anak adalah segala sesuatu, objek, dan kejadian yang berkaitan dengan dirinya.
Namun dalam perkembangannya anak akan mengerti sudut pandang orang lain yang
lebih objektif, salah satu caranya adalah dengan melatih anak agar melakukan
interaksi sosial. Interaksi sosial akan mengarahkan anak pada penyusunan
argumentasi dan diskusi, sehingga cara pandang anak akan dipertanyakan dan
disinilah anak dituntut untuk memperjelas cara pandangnya sendiri serta
membuktikan kebenarannya. Interaksi sosial di lingkungan sekolah perlu dibina
dengan baik. Peserta didik perlu bertukar pengalaman, memberikan alasan dan
mempertahankan pendapatnya (Setiono, 2009: 36). Guru harus memberikan peluang
agar anak dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. Hendaknya peserta
didik diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya
dalam pembelajaran di kelas (Suyono, 2012: 87). Bekerja di dalam kelompok juga
dapat meningkatkan cara berpikir peserta didik, sehingga mereka dapat
memecahkan masalah dengan lebih baik dan lancar (Slameto, 2010: 38).
Berdasarkan
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal diantaranya
adalah berdasarkan stimulus yang diberikan oleh seorang guru dalam melakukan
bimbingan terhadap peserta didik. Faktor ini sangat membutuhkan peranan seorang
guru yang profesional dalam mengelola pembelajaran. Kemudian faktor internalnya
adalah kemampuan yang telah ada pada diri peserta didik itu sendiri yang
berkaitan dengan kemampuan kognitif, intelegensi, minat, bakat, dan lain-lain.
Maka dari itu prinsip-prinsip mengajar yang harus dipenuhi seorang guru adalah
melakukan pendekatan terhadap anak, membangkitkan aktivitas anak, pembelajaran
secara individual dan kelompok, serta mengorganisir interaksi sosial peserta
didik.
Terkait
dengan langkah-langkah pembelajaran yang merupakan bagian dari metode
pembelajaran, Suciati dan Prasetya Irawan dalam buku Budiningsih (2005: 50)
menyimpulkan bahwa menurut konsep Piaget langkah-langkah pembelajaran yang baik
meliputi aktivitas sebagai berikut:
1. menentukan
tujuan pembelajaran;
2. memilih
materi pelajaran;
3. menentukan
topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif;
4. menentukan
kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut misalnya penelitian,
memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya;
5. mengembangkan
metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir siswa;
6. melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
PERAN ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN
KOGNITIF ANAK
Secara
umum ahli teori kognitif telah memfokuskan perhatian pada proses mental dan
perannya dalam mengarahkan perilaku individu. Piaget telah menekankan
peentingnya pendidikan dalam memperhatikan tahapan perkembangan kognitif setiap
individu sehingga metode pendekatan pembelajaran dapat diberikan dengan tepat.
Interaksi peserta didik dengan pendidik dan teman sebaya dalam mengembangkan
pengetahuan juga sangat mempengaruhi perkembangan kognitif tiap individu.
Pengamatan merupakan hal penting yang harus dilakukan, tidak hanya oleh guru
tetapi juga oleh orang tua. Vigotsky dalam Izzaty (2008: 39) menekankan peran
orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan
lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan anak dengan bantuan
orang lain dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka.
Pendidikan
merupakan proses kerja tim yang di dalamnya melibatkan anak (peserta didik),
guru, orang tua, dan orang-orang di sekitar anak. Guru hanyalah sebagai partner
dari orang tua dalam mendidik anak, bukan faktor tunggal yang menentukan
keberhasilan pendidikan. Antara embaga pendidikan memang harus menjalin
kerjasama dengan pihak orang tua kaitannya dengan perkembangan anak. Saat ini
sudah banyak pihak sekolah yang mengadakan buku penghubung orang tua dan guru
yang mencatat semua kegiatan anak di sekolah, Parent Teacher Conference, bahkan pengadaan seminar tentang
kurikulum sekolah. Hal ini dilakukan agar pihak orang tua tidak menjadi buta
terhadap pendidikan anaknya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan
orang tua pada proses pendidikan anak akan mempengaruhi pencapaian akademis
anak. Contoh kecil yang kerap kita jumpai adalah dengan menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif di rumah, penerapan waktu khusus untuk belajar, bahkan
tidak sedikit yang membiayai anak untuk les tambahan.
Memahami
tahapan perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan anak
stiap tahapannya merupakan kewajiban orang tua. Orang tua tidak bisa
menyerahkan pendidikan anak seutuhnya kepada sekolah. Pendidikan anak dimulai
dari pendidikan orang tua di rumah, dan orang tua memegang tanggung jawab utama
terhadap anak. Sekolah hanya merupakan suatu lembaga yang membantu proses
tersebut. Maka dari itu, orang tua harus menggunakan pola asuh yang tepat demi
terciptanya perkembangan positif yang maksimal bagi buah hatinya. Santrock
dalam bukunya dalam bukunya Educational Psychology (2011)
menyinggung 4 macam parenting styles,
yaitu authoritative, authoritarian, neglectful, dan indulgent.
Namun peranan yang paling tepat untuk perkembangan anak adalah authoritative parenting. Orang tua yang authoritative lebih berperilaku hangat
namun tetap tegas. Mereka mendorong anaknya menjadi pribadi yang mandiri dan
memiliki kebebasan namun tetap memberi batasan-batasan serta kontrol terhadap
anak. Kualitas pengasuhan ini dirasa sangat baik dan lebih memicu keberanian,
motivasi dan kemandirian. Kaitannya dengan kemampuan kognitif anak, pola asuh
ini sangat memperhatikannya dengan membebaskan anak berkreasi dan mengungkapkan
pendapatnya dalam keluarga. Antara orang tua dan anak terjalin hubungan yang
baik dengan menghargai hak satu sama lain.
Peranan
orang tua kaitannya dengan pendidikan anak perlu ditingkatkan. Adapun
cara-caranya antara lain; Pertama, orang tua mengontrol waktu belajar dan cara
belajar anak. Anak diajarkan untuk belajar dengan rutin, tidak hanya saat
mendapat pekerjaan rumah atau akan menghadapi ujian saja. Setiap hari anak
harus mengulang apa yang telah ia pelajari di sekolah agar kemampuan kognitif
anak terus berkembang. Selain itu juga orang tua harus memberi waktu untuk
bermain agar terjadi keseimbangan antara asupan otak kiri dan otak kanan anak.
Kedua, orang tua harus memantau kemampuan akademik anak. Hal ini dapat
dilakukan dengan memeriksa nilai-nilai dan tugas anak. Apabila nilai jelek
berikan nasihat atau bila perlu berikan challange
agar motivasi anak meningkat, bila nilai yang mereka dapat baik maka berikan rewards. Ketiga, orang tua harus
memantau perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan tingkah laku
anak. Berkomunikasi dengan wali kelas atau guru kelas sangat diperlukan dalam
hal ini. Keempat, bantulah anak untuk mengenali potensi sesuai bakat dan
minatnya, jangan pernah memaksakan kehendak, berikan kebebasan yang bertanggung
jawab kepada anak agar terlatih sejak dini. Dukungan dari pihak orang tua
sangat dibutuhkan kaitannya dengan pengembangan potensi yang ada dalam diri
anak.
Beberapa
hal kecil yang dapat dilakukan orang tua dalam kehidupan sehari-hari demi
perkembangan buah hatinya antara lain adalah dengan menjadi contoh yang baik.
Perlu kita ketahui bahwa anak lebih memandang dan meniru perilaku orang dewasa
di dekatnya, daripada mendengarkan nasihat. Maka jika kita memberikan contoh
yang real tentang bagaimana
menggunakan sopan santun pada orang lain, mengikuti peraturan yang ada, bahkan
makan dan minum yang sehat, maka anak akan menirunya dengan baik. Perbanyaklah
berkomunikasi dengan anak, ajak anak melihat suatu permasalahan dari sudut yang
berbeda, itu akan membantu perkembangan kognitif anak kaitannya dengan pola
pikir. Dorong anak melakukan segala sesuatu sebaik mungkin, tunjukkan bahwa
pendidikan itu penting agar mereka bersungguh-sungguh dalam belajar. Berilah
kesempatan anak untuk berbuat salah agar mereka belajar tentang konsekuensi
dari kesalahannya tersebut. Hal lain yang dapat orang tua lakukan adalah
memberikan dukungan untuk bersekolah kepada anak agar mereka termotivasi dan
lebih semangat dalam proses pembelajaran nantinya.
Berdasarkan
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa orang tua dan sekolah merupakan
dua unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Supaya antara orang tua dan
sekolah tidak salah dalam mendidik anak harus terjalin kerjasama antara kedua
belah pihak. Keduanya harus memiliki kesepahaman dalam konsep mendidik anak
agar anak tidak terjerumus kedalam karakter ganda. Setiap kejadian yang terjadi
di sekolah dan di rumah hendaknya menjadi bahan evaluasi tentang perkembangan
anak. Orang tua harus sadar bahwa pendidikan anak tidak sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pihak lembaga pendidikan saja, namun juga menjadi tanggung jawab
bersama. Maka dari itu, antara guru dan orang tua perlu menjalin hubungan
komunikasi yang efektif untuk memberikan layanan yang berkualitas terhadap
anak.
KESIMPULAN
Perkembangan
individu ini merupakan pola gerak atau suatu perubahan yang dinamis dimulai
dari pembuahan atau konsepsi dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan
manusia yang terjadi akibat dari kematangan dan pengalaman. Faktor kognitif
memiliki peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian
besar aktivitas anak dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat
dan berpikir. Pada masa kanak-kanak akhir (7-12 tahun), kemampuan kognitif anak
telah mencapai tahap operasional konkret, dimana anak telah dapat berfikir
logis terhadap objek-objek konkret. Pendidikan memegang peranan penting pada tahap
operasional konkret ini, karena tanpa pendidikan yang benar maka konsep diri
yang negatif dapat terbentuk. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang
mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan
tugas profesionalnya. Selain guru, orang tua juga memegang peranan penting
dalam perkembangan anak. Orang tua harus sadar bahwa pendidikan anak tidak
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak lembaga pendidikan saja, namun juga
menjadi tanggung jawab bersama. Maka dari itu, antara guru dan orang tua perlu
menjalin hubungan komunikasi yang efektif untuk memberikan layanan yang
berkualitas terhadap anak.
DAFTAR PUSTAKA
Suyono
& Hariyanto. 2012. Belajar dan
Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
|
Peran Orang Tua Penting Bagi Perkembangan Kognitif Anak |