Pembelajaran Kolaboratif - Diskusi dalam kelompok kecil terbukti sebagai cara pembelajaran yang paling efektif. Kolaborasi akan efektif jika ruang kelas ditata sedemikian rupa sehingga tidak menggambarkan situasi klasikal, tetapi dapat berbentuk setengah lingkaran, huruf U, kelompok tatap muka empat-empat, dobel setengah lingkaran dan lain sebagainya. Intinya ciptakan suasana interaktif, siswa aktif dengan komunikasi yang efektif selama pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif, walau memiliki kemiripan, berbeda dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kolaboratif pada prinsipnya melibatkan kerja sama antara dua orang siswa atau lebih, sedangkan pembelajaran kooperatif umumnya telah dibakukan terdiri dari kelompok kecil 2-6 orang. Lebih dari 6 orang dianggap sudah tidak efektif lagi dan dianggap sebagai pembelajaran kolaboratif biasa.
Pembelajaran Kolaboratif
Macam Bentuk Pengelompokan Siswa
Dalam pembelajaran kolaboratif, kita tidak bisa terlepas dengan kegiatan pengelompokan siswa. Cara pengelompokan siswa ini didukung oleh sejumlah teori. Misalnya, Andree (1982), menyatakan ada beberapa macam pengelompokan siswa di antaranya:
Task-Planning
Bentuk pengelompokan berdasarkan rencana tugas yang diberikan oleh guru.
Teaching Groups
Guru memerintah satu hal, siswa yang ada pada tahap kognitif yang sama mengerjakan tugas yang sama pada saat yang sama.
Seating Groups
Pengelompokan yang bersifat umum, disisni 4-6 orang siswa duduk mengelilingi satu meja.
Joint-Learning Groups
Satu kelompok siswa bekerja dengan kegiatan yang saling terkait dengan kelompok yang lain.
Collaborative Groups
Kelompok kerja yang menitikberatkan pada kerja sama tiap individu dan hasilnya merupakan sesuatu yang teraplikasi.
Sementara itu, Kerry and Sand (1982), mengidentifikasi 5 cara pengelompokan lain yaitu;
Age Groups
Pengelompokan berdasarkan usia dalam satu kelompok.
Achievement Groups
Pengelompokan berdasarkan prestasi siswa yang merata dalam satu kelompok.
Interest Groups
Pengelompokan berdasarkan minat dalam satu kelompok.
Friendship Groups
Pengelompokan berdasarkan siswa yang dianggap teman dalam satu kelompok.
Convenience Groups
Pengelompokan berdasarkan tujuan organisasi (Karti, 2003:25).
Jika pengelompokan itu dilandasi oleh suatu yang sejenis misalnya, semuanya laki-laki, semuanya perempuan, kepandaian anggota kelompok hampir setingkat, disebut kelompok homogen. Sedangkan jika landasannya justru adanya variasi, baik itu variasi jenis kelamin, suku, ras agama, tingkat kepandaian dan sebagainya disebut kelompok heterogen. Dalam pembelajaran kooperatif lebih ditekankan dan disukai kelompok yang heterogen.
Berkaitan dengan berbagai cara untuk mengelompokkan siswa tersebut diatas ada sejumlah hal penting yang harus dipertimbangkan guru untuk memilih cara mengelompokkan siswa untuk mendukung pembelajaran kolaboratif. Menurut sejumlah ahli, hal-hal penting itu meliputi pertimbangan tentang:
1) Apakah tujuan pembelajarannya dan seberapa jauh hal itu dapat diwujudkan dengan pembagian siswa menurut kelompok-kelompok kecil?
2) Adakah kandungan pembelajaran (pokok bahasan) kondusif untuk dipelajari melalui aktivitas kelompok?
3) Apakah waktu yang dialokasikan untuk pembelajaran mencukupi bagi praktik pembelajaran dengan kelompok kecil sehingga pelaksanaannya mampu memuaskan guru maupun siswa?
4) Apakah setting pembelajaran sesuai untuk melaksanakan kegiatan kelompok?
5) Apakah tersedia cukup sarana atau prasarana yang menunjang pembelajaran bagi setiap kelompok untuk menyelesaiakan tugas kelompok?
6) Informasi apa yang dibutuhkan siswa untuk mengetahui konten pembelajaran, dan tanggung jawab apa yang didelegasikan kepada setiap kelompok?
Sehubungan dengan sejumlah pertimbangan diatas, Mark (2005) menyatakan bahwa pembagian siswa dalam kelompok kecil yang umum dilaksanakan adalah berdasarkan:
➽ Kelompok siswa dengan tingkat kecakapan yang sama, setaraf, atau mirip;
➽ Kelompok dengan tingkat keterampilan yang setara;
➽ Kelompok persahabatan, mengizinkan siswa-siswa yang akrab untuk kerjasama atau kerja bersama;
➽ Kelompok minat.
Cooperative Learning
Dalam kaitannya dengan model pembelajaran yang banyak dikembangkan saat ini, yaitu cooperatif learning, Laura Candler (2009) menyarankan agar tiap kelompok terdiri dari empat orang, kelompok ini terbukti efektif dan luwes karena jika guru menginginkan dapat mengelompokkannya lagi menjadi dua pasang dua pasang, tetapi tetap dalam kelompok yang sama. Tiap tim seyogyanya bersifat heterogen sehingga setiap anak memiliki kesempatan berinteraksi dengan anak yang berbeda. Secara rinci cooperative learning disarankan sebagai berikut.
♞ Setiap tim meliputi satu anak yang pandai, dua anak yang rata-rata kepandaiannya dan satu anak yang lambat belajar.
♞ Diupayakan ada anak laki-laki maupun perempuan.
♞ Anggota tim menggambarkan perbedaan etnik atau ras atau suku.
♞ Tim dibentuk paling lama untuk dalam jangka waktu sekitar 6 minggu, setelah itu dapat dikelompokkan lagi.
♞ Setelah pembentukan tim, sebelum penugasan oleh guru beri kesempatan kepada anggota tim untuk saling mengenal lebih dalam satu sama lain, misalnya melalui kegiatan pemecah kebekuan (ice breaker).
Pembentukan tim dalam pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan secara cepat dan mudah misalnya melalui pembuatan kartu indeks. Caranya adalah sebagai berikut.
➤ Tulislah nama setiap siswa diatas sebuah kartu indeks, dapat sibuat cukup berukuran setengah kartu pos.
➤ Kelompokkan kartu-kartu indeks itu menjadi empat tumpukan yang masing-masing tumpukan mewakili anak yang pandai, rata-rata atas, rata-rata bawah, dan lambat belajar.
➤ Pilihlah satu kartu indeks dari setiap tumpukan. Dalam memilih yakini dan cermati bahwa pilihan Anda sudah memperhatikan jenis kelamin, ras, dan kepribadian siswa, sehingga setiap kelompok merupakan campuran heterogen.
➤ Pilihlah sisa anggota kelompok dengan cara yang sama. Tempatkan setiap kartu indeks yang berisi anggota tim dalam suatu tempat penyimpanan, misalnya dalam boks kecil dari plastik atau semacam tempat penyimpanan kartu katalog.
➤ Dalam kertas terpisah atau buku catatan, catatlah setiap nama tim dan anggotanya, dokumenkan, arsipkan dengan baik, ini akan menjadi acuan Anda jika nanti akan membentuk tim yang baru, tentu Anda tidak menginginkan sepanjang tahun setiap anak berada dikelompok yang sama, mereka akan bosan dan tidak kreatif lagi.
Diskusi Kelompok Kecil
Inti pelaksanaan pembelajaran kolaboratif tentu saja harus terjadi diskusi, kontak langsung antara orang perorang dan masing-masing individu diberikan kesempatan yang sama untuk mengutarakan pendapat dan gagasannya, dan pada akhirnya mereka diwajibkan untuk mengambil simpulan atau memecahkan masalah sesuai dengan tugas yang diberikan (tujuan pembelajaran). Melalui diskusi kelompok kecil memungkinkan peserta didik memperoleh manfaat melalui:
1) berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan masalah atau penambahan wawasan kognitif,
2) meningkatkan pemahaman terhadap masalah,
3) meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan pembelajaran dan pengambilan keputusan,
4) mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi,
5) membina kerja sama yang sehat dan efektif dalam kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab.