Filsafat Ilmu dalam Sudut Pandang Epistimologi |
Filsafat Ilmu dalam sudut Pandang Epistimologi. Landasan
Epistemologi ini ialah sudut pandang pengembangan ilmu dengan titik tolak
penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas metode/ prosedur serta kaidah
bagaimana mendapatkan kebenaran. Yakni kaidah ilmiah guna memperoleh kebenaran
pengetahuan. Secara garis besar dibedakan menjadi 2 yakni metode siklus empiris
untuk ilmu pengetahuan alam serta metode linier untuk ilmu sosial. Metode
siklus empiris ialah prosedur yang dikembangkan guna penyelidikan kebenaran
pengetahuan ilmu- ilmu alam. Prosedur ini umumnya meliputi observasi,
pelaksanaan prosedur induksi, eksperimen setelah itu verifikasi yang kemudian
menghasilkan teori. Sebaliknya metode linear meliputi langkah-langkah diagnosa
yakni penangkapan inderawi terhadap kenyataan. Kemudian disusun sebuah konsepsi
serta terakhir ialah analisis yang mengahsilkan ramalan ataupun prediksi guna
masa yang akan tiba.
Sebutan
Epistemologi awal kali digunakan oleh J.F. Feriere (1854) dalam menarangkan
diferensiasinya dengan ontologi. Kasus dalam epistemologi ini berkaitan dengan
suatu yang dikenal. Secara etimologis Epistemologi berasal dari bahasa Yunani,
ialah Episteme yang berarti pengetahuan serta Logos yang berarti benak ataupun
teori. Dengan demikian epistemologi secara bahasa bisa diartikan sebagai teori
pengetahuan. Bahasa filsafat menyebutnya sebagai filsafat pengetahuan, logika
material, kriteriologia, kritika pengetahuan serta gnoseologia. Objek
epistemologi merupakan pengetahuan itu sendiri. Bagaimana pengetahuan tersebut
diperoleh dan dari mana sumbernya. Secara sistematis epistemologi membicarakan
makna pengetahuan, terbentuknya pengetahuan, jenis- jenis pengetahuan dan asal
usulnya. Analoginya; kala manusia dilahirkan ia tidak dilengkapi dengan
pengetahuan, setelah itu memiliki pengetahuan simpel serta pengetahuan tersebut
meningkat terus bersamaan dengan bertambahnya umur, pengalaman serta
sosioalisasi dan keahlian rasionalnya. Pengetahuan tiap- tiap orang berbeda-
beda. Bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan serta hakekatnya ialah bahasan
dalam epistemologi ini.
Sistematika
epistemologi yang awal merupakan uraian terhadap arti pengetahuan itu sendiri.
Sebutan pengetahuan ini mengorganisir sebagian faktor yang saling terpaut serta
mengikat. Pengetahuan mengaitkan yang mengetahui, suatu yang dikenal serta
pemahaman atas pengetahuan itu sendiri. Mundiri (2008) mensyaratkan adanya
kepercayaan serta tiadanya keraguan dalam pengetahuan. Berkaitan dengan
pengetahuan, tidak bisa dipisahkan dari alam pikiran. Sebab dengan pikiran (daerah
kognitif) suatu pengetahuan dibentuk serta ditanamkan dalam jiwa, dengan
demikian interrelasi antara benak serta pengetahuan ialah suatu keharusan
fungsional serta kodrati. Suatu pikiran untuk bisa menciptakan serta menampung
pengetahuan memiliki struktur yang tercipta dari sebagian faktor yang
fungsional. Unsur- unsur tersebut yakni Mengamati (observation), Menyelidiki (Inquires),
Yakin (believes), hasrat (desires), iktikad (intends), mengendalikan (organizes),
membiasakan (adapts) serta menikmati (enjoys).
Pengetahuan
yang terorganisir dalam alam pikiran manusia tidak terjalin begitu saja.
Terwujudnya sesuatu pengetahuan bisa lewat pengalaman (a posteriori) maupun tanpa pengalaman (a priori). Dari 2 jalur tersebut bisa dibesarkan menjadi sebagian
kaidah terbentuknya pengetahuan. John Hospers dalam Surajiyo (2008) menarangkan
bahwasanya ada sebagian perihal yang mendasari terbentuknya pengetahuan.
Sistematika terbentuknya pengetahuan bisa dipaparkan sebagai berikut (John
Hospers):
1. Pengalaman Indera (Sense of Experience)
Indera ialah perlengkapan yang vital dalam diri manusia guna memperoleh pengetahuan dari luar diri manusia itu sendiri. Dalam filsafat ini diujarkan sebagai faham “realisme”. Bagi Aristoteles pengetahuan yang membekas dalam wilayah kognitif manusia ialah bekas- bekas sesuatu yang ditangkap oleh indera. Contoh: seorang mengenali jika api itu panas sebab ia sempat menyentuhnya. Ataupun gula itu manis sebab tadinya sempat mencicipinya. Kelemahan perspektif ini ialah apabila berlangsung ketidak normalan dalam indera itu sendiri, sehingga objek yang ditangkap tidak cocok dengan realitanya.
2. Nalar (Reason)
Kaidah terbentuknya pengetahuan ini ialah penggabungan dari 2 pemikiran ataupun lebih yang setelah itu dijadikan pengetahuan baru. Dalam kaidah ini ada sebagian perihal prinsipil yang wajib dicermati. Untuk menciptakan pengetahuan lewat nalar ini wajib menjajaki azaz- azaz pemikiran sebagai berikut;
- Principium identitas dimana konsep sesuatu itu tentu sama dengan sesuatu itu sendiri (X=X).
- Principium Contrdictionis apabila ada pertentangan antara 2 komentar hingga bisa ditentukan tidak bisa jadi keduanya bersama benar dalam waktu bertepatan.
- Principium tertii exclusi dalam pertentangan antara 2 komentar tidak hanya tidak mungkin keduanya sama- sama benar, serta tidak mungkin keduanya sama- sama salah. Maksudnya tentu ada kebenaran diantara keduanya. Dengan demikian tidak butuh ada komentar yang ketiga.
3. Otoritas (Authority)
Ialah kewenangan yang legal yang
dipunyai oleh seorang dalam kelompoknya serta diakui oleh anggota kelompoknya.
Otoritas ini bisa menjdi sumber pengetahuan sebab dengan otoritas tersebut
anggota kelompok bisa memiliki pengetahuan lewat seorang yang memiliki
kewibawaan dalam pengetahuannya. Umumnya pengetahuan tipe ini tidak butuh diuji
coba sebab kewibawaan sumber pengetahuan tersebut.
4. Intuisi (Intuition)
Jiwa tiap manusia memiliki
kemampuan keahlian untuk menciptakan pengetahuan tanpa lewat sistematika
rasional maupun pengalaman. Pengetahuan ini berasal dari proses kejiwaan guna
mengoptimalkan kemampuan kejiwaan dalam diri manusia sehingga sanggup
menciptakan pengetahuan tanpa stimulus sebelumnya. Pengetahuan tipe ini tidak
bisa dibuktikan seketika kebenarannya sebab pengetahuan ini lebih mengedepankan
rasa dalam jiwa.
5. Wahyu (Revelation)
Terbentuknya pengetahuan dengan
jalur wahyu ini bersumber pada kepercayaan/ keyakinan. Pengetahuan ini tidak
mengedepankan rasionalitas, sebab pengetahuan tersebut diyakini bersumber dari tuhan
dalam keyakinan tersebut.
6. Kepercayaan (Faith)
Nyaris sama dengan pengetahuan
lewat wahyu, sebab keduanya berpangkal pada suatu keyakinan. Akan tetapi
pengetahuan kepercayaan ini belum pasti diyakini dari tuhan. Dapat saja
kepercayaan timbul begitu saja dalam diri seorang.
0 comments:
Post a Comment