Maraknya Seks Bebas (Free Sex) dalam Pergaulan Remaja Masa Kini - Seks bebas (free sex) merupakan permasalahan sosial yang signifikan mempengaruhi kehidupan anak muda Indonesia masa kini. Untuk itu dibutuhkan diagnosa permasalahan yang komprehensif untuk bisa merumuskan pemecahan (behavior) dalam penyelesaian permasalahan. Secara konseptual teoritis, ada 2 metode dalam diagnosis permasalahan sosial, yakni selfcall reliableаррrοасh serta call reliableаррrοасh system. Pendekatan awal lebih menitik beratkan pada pelaku, orang penyandang permasalahan sosial. Sebaliknya yang kedua lebih menekankan pada sistem selaku aspek utama. Maksudnya kedua pendekatan ini berupaya menggambarkan kasus dari 2 sudut pandang yang berbeda. Individualis versus sistemik (Soetomo, 2008: 42- 43).
Bagi penulis, pendekatan parsial diatas kurang komprehensif dalam mendiagnosis permasalahan sosial. Oleh sebab itu dibutuhkan jalur ketiga (third way) yang merepresentasikan keduanya, sehingga penyelesaian permasalahan bisa diformulasikan secara komprehensif serta memegang kasus dari bermacam sudut pandang. Buat itu penulis berupaya mendiagnosis permasalahan seks leluasa dari 2 sudut pandang, hаνе fun serta sistemik sekalian.
Seks Bebas (Free Sex) dan Remaja
Indonesia
secara etika diketahui selaku negeri yang santun serta memegang teguh adat
ketimuran. Dalam segi agama Indonesia diketahui selaku negeri penganut islam
terbanyak di dunia. Tetapi demikian informasi BKKN menampilkan 63% anak muda
Indonesia sudah melaksanakan seks bebas saat sebelum menikah. Keadaan demikian
sangat ironi kala dibanding dengan citra yang menempel pada bangsa ini.
Misalnya permasalahan di pamekasan yang diketahui islami, 14% pelajar SMAnya
sudah malakukan seks bebas dengan pacara masing- masing (riset 2006). Gimana
dengan anak muda di kota- kota besar dikala ini? Bisa kita bayangkan dengan
pertumbuhan teknologi informasi serta komunikasi saat ini, pastinya anak muda
di kota besar berpotensi lebih besar unutk melaksanakan seks bebas.
Free seks ataupun seks bebas merupakan
salah satu permasalahan sosial dalam masyarakat. Seks bebas bisa diartikan
sebagai kebebasan seks, pergaulan seks diluar perkawinan. Free seks pula bisa
dideskripsikan sebagai pola sikap seks bebas serta tanpa batas, baik dalam
bertingkah laku seksnya ataupun dengan siapa ia berhubungan seks. Secara
historis free seks mulai bangkit di Amerika serikat serta UK (United Kingdom–
kerajaan Inggris) pada tahun 1960-аn. Kebebasan seks yang dominan disebut perilaku
intim yang negatif. Seks bebas merupakan bagian dari pergaulan bebas yang
lambat laun juga hendak jadi bagian dari kehidupan anak muda di indonesia, eksklusifnya
di kota- kota besar (Shadily. 1993: 54).
Anak muda
selaku salah satu esensi publik sangat rentan dengan bermacam kasus, termasuk
permasalahan seks bebas. Bagi G. S. Antechamber masa anak muda (Teenage being) 12- 25 tahun, merupakan
masa topan- badai (Strum und drang)
yang mencerminkan kebudayaan present yang penuh gejolak akibat pertentangan
nilai- nilai( Sarwono, 2004: 24). Masa remaja umumnya diisyarati dengan
terdapatnya perubahan- perubahan baik secara jasmaniah maupun rohaniah.
Kematang intim anak muda sangat dipengaruhi oleh kemajuan area, spesialnya
kondisi gizi yang terus menjadi baik yang mempercepat perkembangan organ- organ
intim manusia.
Masa remaja
merupakan masa dimana terbentuknya gejolak yang bertambah yang umumnya
dirasakan oleh tiap orang. Masa ini diketahui pula sebagai masa transisi dimana
terjalin perubahan- perubahan yang sangat menonjol dirasakan oleh remaja
bersangkutan. Perubahan- perubahan itu terjalin, baik dalam aspek jasmaniah
ataupun rohaniah, ataupun dalam bidang psikis, emosional, sosial serta
personal, sehingga pada gilirannya memunculkan pergantian ekstrem pula pada
tingkah laku remaja bersangkutan. Kematangan secara intim mempunyai ikatan yang
sejalan dengan pertumbuhan fisik termasuk didalamnya aspek- aspek anatomis
serta fisiologis (Monks dkk., 1998: 265). Titik mula masa pubertas pada anak
muda terletak pada fenomena perkembangan serta pemasakan fisik. Walaupun
begitu, respon orang terhadap pertumbuhan fisik malah bergantung dari pengaruh
lingkungan serta watak pribadinya sendiri, ialah interpretasi yang diberikan terhadap
pengaruh lingkungan itu.
Permasalahan
sikap intim memanglah menggambarkan permasalahan yang pelik, khususnya untuk
para remaja. Norma- norma agama serta adat ketimuran yang melarang ikatan seks
saat sebelum pernikahan masih berlaku serta dipegang teguh. Masa akil balignya
diisyarati dengan timbulnya isyarat intim sekunder( transformasi wujud badan,
suara, haid, mimpi basah) yang biasanya diawali pada umur kurang lebih 13
tahun. Sementara itu dalam 10 ataupun 15 tahun terakhir ini di Jakarta serta
pula dikota- kota di Indonesia kian banyak perihal yang memicu nafsu intim
remaja contohnya film, teks porno, lokalisasi WTS, halaman hiburan. Gampang
dipahami bahwa makin banyak remaja serta pemuda yang tidak bisa menahan diri,
sehingga akhirnya melangsungkan perbuatan yang berlawanan dengan norma yang
berlaku.
Faktor perbaikan gizi yang bertambah bisa pula menimbulkan percepatan umur kematangan intim remaja. Perihal ini sangat beresiko apabila tidak diiringi dengan perlindungan dini akan bahaya seks bebas. Penguatan nilai- nilai religiusitas serta karakter remaja, pemahaman bahaya seks bebas akan sangat berarti guna melindungi anak muda dari pengaruh dunia luar( lingkungan) sehingga tidak terjalin cultural lag yang berujung pada perilaku seks bebas.
Faktor- faktor yang Mendorong Perilaku Sex Bebas (Free Sex)
Seks serta permasalahannya sebetulnya
ialah perihal yang Umum, serta senantiasa terdapat dalam tiap kebudayaan serta
peradaban. Seks pada dasarnya merupakan perihal sangat privat, diatur oleh
agama serta negara dengan batasan- batasan tertentu. sejalan dengan sejarah
dinamika sosial dalam masyarakat seks serta permasalahannya tidak lagi dikira
sebagai perihal yang privat. Dampaknya muncullah perilaku- perilaku intim yang
mengabaikan nilai- nilai yang ada, semacam seks bebas.
Free seks bisa terjalin diberbagai golongan dalam masyarakat. Secara sosiologis free seks tidak lepas dari faktor- faktor yang mendesak terbentuknya perilaku seks yang permisif. Secara garis besar faktor- faktor tersebut tersegmentasi dalam 2 aspek dasar, ialah: aspek internal serta aspek eksternal. Kedua aspek tersebut tidak bisa dipisahkan serta bersifat interdependen Maksudnya keduanya sama- sama berkaitan serta sama- sama mempengaruhi ataupun bersifat interdependen. Pada dasarnya Dorongan untuk melakukan Free seks berasal dari kemauan untuk mencari kebebasan dari kebuyaan yang telah mapan yang mewajibkan terdapatnya perkawinan terlebih dahulu. Kebudayaan ini dikira sebagai hambatan guna mengekspresikan kemauan serta hasratnya selaku mahluk biologis (Shadily. 1993: 54).
Secara subsatantum faktor- faktor internal yang mendesak terbentuknya free seks di golongan remaja yaitu:
- Karakter (pemikiran Psikogenis) yang lemah sehingga gampang terbawa- bawa oleh suasana area pergaulannya. Tidak hanya itu sepanjang mana remaja sanggup mengatur melambungnya hasrat, angan- angan karna meningkatnya kebutuhan biologis. perkembagan sosialisasi, mengenali serta menemukan kesempatan melatih pengendalian kebutuhan biologis baru, dalam perihal ini yaitu dorongan intim, tanpa kurangi pemanfaatan area pergaulan guna meraih kemampuan sosialisasi seoptimal mungkin, dan merasa mendapatkan pengertian serta dorongan dari orang tua serta keluarga dalam keadaan krisis kerentanan karakter tersebut
- Hormonal: Pada dasarnya tiap manusia dilahirkan dilengkapi dengan dorongan- dorongan yang mendasari perilakunya, tercantum dorongan intim. Secara biologis Dorongan seksual dipengaruhi oleh kandungan hormon seksual dalam diri manusia. Kandungan hormon tersebut tiap orang berbeda- beda. Seorang dengan kandungan hormon seksual yang besar cenderung memiliki nafsu intim yang besar pula. Pergantian kandungan hormon yang cenderung bertambah pula bisa mendorong seorang untuk berperilaku seks bebas sebab ketidakmampuannya menahan gejolak biologisnya. Perihal ini diperparah dengan adanya kemauan serta dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks meski diluar ikatan pernikahan
- Cacat fisik: anak muda yang cacat secara fisik serta kurang menemukan pengarahan dalam pembangunan karakter cenderung menerapkan hal- hal yang abnormal guna menutupi kekurangannya terlebih lingkungannya tidak dapat menerima kekurangan tersebut. Kodisi demikian semakin mendorong orang untuk berperilaku menyimpang termasuk sikap seksualnya untuk menutupi kekurangannya
- Adanya nafsu seks serta perilaku seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadiannya, keroyalan seks serta hiperseks sehingga tidak merasa puas dengan satu pendamping (Kartono, 1997)
Ada pula faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seks bebas di golongan remaja yakni:
a. Broken family: keluarga ialah element sosial
yang barrier urgen dalam pembangunan karakter pribadi. Disorganisasi serta
disintegrasi keluarga serta broken family bisa pengaruhi pertumbuhan jiwa
kanak- kanak selaku anggota keluarga, sehingga mereka merasa sengsara batinnya,
tidak senang, memberontak kemudian menghibur diri dengan mencari sahabat
pergaulan seluas- luasnya apalagi hingga pada perilaku seks bebas (Sudarsono,
2004: 125). Keluarga selaku Element sosial awal yang diketahui oleh orang (dalam
perihal ini ialah anak) akan sangat mempengaruhi baik secara langsung maupun
tidak terhadap pertumbuhan individu. Besarnya pengaruh keluarga terhadap
individu bisa dialami saat sebelum dan setelah individu terjun kemasyarakat
secara langsung (Hakim, 2001: 41)
b. Lingkungan (pemikiran sosiogenis): lingkungan
ini mencakup area pergaulan anak muda baik kala di sekolah maupun dalam area
kelompok bermainnya di luar sekolah. Secara sosiologis lingkungan sosial untuk
individu ialah salah satu aspek pembentuk perilakunya. Individu ialah mahluk
psikis serta sosial budaya yang pola perilakunya dipengaruhi oleh lingkungan
serta interpretasinya terhadap lingkungan sekitarnya termasuk perilaku seksualnya
(Kartono, 2005: 28). Secara sosiologis manusia memiliki naluri dasar
gregariousnes yakni kemauan untuk senantiasa hidup bersama orang lain.
Kehidupan bersama sudah menjadikan manusia berkecenderungan untuk berprilaku
sesuai dengan area sosialnya. Sebab itu manusia dilahirkan dengan dua hasrat
ataupun kemauan pokok yakni: kemauan untuk jadi satu dengan manusia
disekelilingnya serta jadi satu dengan atmosfer alam sekelilingnya (Soekanto.
2003: 114- 115)
c. Modenisasi serta globalisasi kebudayaan. Modenisasi
serta globalisasi kebudayaan ialah suatu proses sosial yang secara sosiologis
akan membawa akibat transformasi untuk suatu kebuadayaan. Transformasi sosial
serta kebudayaan akan membawa akibat pada transformasi style hidup serta sikap
masyarakat. Seks ialah sesuatu yang umum dan privat serta senantiasa ada dalam
tiap kebudayaan hanya saja regulasinya yang berbeda. Seks serta permasalahannya
merupakan bagian yang diregulasi oleh norma serta nilai- nilai dalam
masyarakat. Tetapi dengan terdapatnya modernisasi serta globalisasi kebudayaan,
permisifitas seks hendak terus menjadi nampak dalam kebudayaan masyarakat
sebagai akibat dari terdapatnya perpindahan nilai
d. Dekadensi genteel. Merosotnya nilai, norma-
norma sosial serta agama kala publik merasakan kesejahteraan hidup, terdapat
pemutarbalikan nilai- nilai perkawinan sejati. Perpindahan orientasi
perkawinan. Dari sakralitas ritualitas jadi seremonial dengan tujuan seks.
Pergeseran ini menyebabkan pemikiran permisif pada seks pra nikah
e. Media Massa. Secara fungsional media massa
berperan guna mengantarkan data kepada warga. Bermacam informasi bisa diakses
oleh publik dari media massa, tercantum informasi seputar permasalahan intim (Ibrahim,
1997: 143). Kemudahan menemukan informasi seputar permasalahan intim, rubrik
serta kegiatan tv yang bersensasi corporeal bisa mempengaruhi pola sikap intim
remaja yang kepribadiannya masih dalam masa pembentukan. Media massa dinilai
ikut menyulut terbentuknya aktivitas serta penyimpangan seksual (seks bebas) di
kalangan anak muda
0 comments:
Post a Comment